PEKANBARU– Detik-detik penangkapan Ketua Umum Pemuda Tri Karya (PETIR), Jekson Sihombing, di sebuah hotel di Pekanbaru, Riau, menjadi sorotan publik, setelah video rekamannya beredar luas.
Aksi yang dilakukan sejumlah pria berbadan tegap, diduga tim opsnal dibawah Kepolisian Polda Riau, Selasa (14/10/2025) sore lalu, diwarnai sejumlah kejanggalan yang memunculkan tudingan penjebakan.
Penangkapan terjadi sekitar pukul 17.00 WIB di Hotel Furaya, Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Senapelan. Dalam video berdurasi hampir tiga menit itu, terlihat Jekson disergap secara tiba-tiba saat hendak menaiki lift, tak lama setelah pertemuan singkatnya dengan Nuryanto Hamzah, seorang manajer senior yang diklaim berasal dari perusahaan sawit First Resources berkantor di Singapore.
Berdasarkan informasi yang dihimpun redaksi, penangkapan ini dikaitkan dengan tuduhan pemerasan. Namun, analisis terhadap video tersebut mengungkap beberapa hal yang dinilai janggal.
Hal yang paling unik, dalam OTT Pemerasan tersebut. Antara Terduga Penerima Uang dan Pemberi malah dipertemukan oleh polisi dari Polda Riau.
Pertama, dalam rekaman tidak terlihat adanya transaksi atau penyerahan uang senilai Rp150 juta sebagaimana jumlah uang yang disebutkan. Barang bukti yang ditemukan dari Jekson hanya berupa perlengkapan pribadi dan obat-obatan.
Kedua, terlihat seorang pria berbaju putih yang sebelumnya berada di dalam restoran bersama mereka, ikut keluar dan tampak terlibat aktif dalam koordinasi penangkapan. Hal ini menguatkan dugaan bahwa pria tersebut berperan sebagai informan yang mengatur strategi.
Ketiga, Nuryanto Hamzah yang juga sempat ditahan, justru dibebaskan oleh Polda Riau hanya dalam hitungan jam, sementara Jekson Sihombing ditetapkan sebagai tersangka.
Pertemuan di hotel itu sendiri disebut-sebut merupakan inisiatif Nuryanto untuk menawarkan “perdamaian” dan meminta Jekson membatalkan aksi unjuk rasa.
Aksi yang dimaksud berkaitan dengan dugaan korupsi yang dilaporkannya ke Kejaksaan Agung pada November 2024 lalu, atas dugaan penggemplangan pajak senilai Rp1,4 Triliun dan isu dugaan korupsi dana BPDPKS senilai Rp57 Triliun yang melibatkan sejumlah perusahaan sebelumnya dalam tahap penyidikan.
“Pola ini terlihat mencurigakan. Rekan kami diimingi dalam sebuah pertemuan yang dijanjikan sebagai mediasi, lalu tiba-tiba ditangkap dengan tuduhan pemerasan, seakan diatur sedemikian rupa. Aroma upaya kriminalisasi dan terhadap aktivis yang vokal sangat kental,” demikian pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh pengamat hukum, Darwin Natalis Sinaga, S.H., kepada redaksi. ***/Rls.
