Pertanyakan Masalah Pajak, Komisi III DPRD Riau Gelar RDP dengan PT SBAL

3 Menit Membaca
Ketua Komisi III DPRD Riau, Edi Basri SH MSi saat RDP dengan PT SBAL.

PEKANBARU–Komisi III DPRD Riau terus berupaya mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak. Salah satunya dengan memanggil PT Sekar Bumi Alam Lestari (SBAL).

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) itu, Komisi III DPRD Riau mempertanyakan pemakaian jalan overload, pajak kendaraan bermotor dan pajak air permukaan.

“Dan alhamdulilah beliau ini (pimpinan PT SBAL, Risman Fahrudin alias Asiong, red) termasuk pembina koperasi terbaik yang sudah mendapat sertifikat. Cuma ada konflik dengan masyarakat,” ucap Ketua Komisi III DPRD Riau, Edi Basri SH MSi usai RDP, Senin (15/9/2025).

Edi mengungkapkan bahwa PT SBAL, sudah membangun kebun untuk masyarakat dan kredit sudah tuntas. Hanya saja hingga hari ini kebun tersebut belum diserahkan ke masyarakat.

“Jadi ini yang coba kita mediasi. Bapak ini masih mempertahankan karena masih ada kontrak kerjasama penerimaan buah dan membina sebagainya. Biasalah masyarakat mangkir dengan kesepakatan itu. Saya bilang ya sudah, ndak usah lagi dipegang kesepakatan itu,” katanya.

”Serahkan saja, karena utang juga sudah lunas dan masyarakat juga sudah tak mau lagi bermitra. Dan pak Asiong sudah setuju dengan tekhnis yang betul betul melindungi mereka kedepan. Artinya, tidak ada lagi pihak yang menuntut,” tambahnya.

Sementara saat ditanya kenapa sampai pimpinan PT SBAL menitikkan air mata saat RDP, Edi Basri mengatakan bahwa untuk membangun kebun masyarakat hampir 1.300 hektar itu tidak mudah.

“Dia sudah membina dengan baik. Ndak gampang juga kan membangun kebun seluas itu. Menjamin kreditnya ke bank. Sekarang itu masyarakatnya terpecah belah, tak mau dibina, sedihlah,” ucap politisi Gerindra DPRD Riau itu.

Edi mengatakan, Àsiong berharap masyarakat menjadi mitra kedepan. Namun demikian Edi menilai hal itu lumrah terjadi di masyarakat kita. “Saya juga orang Tapung, Kabupaten Kampar. Tahulah saya karakter orang orang kampung saya,” ujarnya.

Sebelumnya manager PT SBAL, Firmansyah menjelaskan bahwa pihaknya memiliki pabrik kelapa sawit (PKS) berskala kecil, yakni 30 ton per jam. Kebun sawit SBAL di Kecamatan Tapung, mengalami penurunan produksi karena sudah berusia di atas 30 tahun.

Terkait kendaraan operasional mereka semua berplat BM jenis colt diesel. Dan itu hanya berputar putar dalam kebun saja, tidak menggunakan jalan umum atau jalan besar.

Firmansyah mengakui bahwa di sekitar wilayah perusahaan ada jalan umum yang hancur. Hal itu terjadi tatkala truk truk besar yang mengangkut material pembangunan jalan tol, menjadi hancur. Sebagai bentuk kepedulian pihak perusahaan, PT SBAL mecoba mengerahkan alat beratnya dengan sirtu untuk meratakan jalan yang hancur tersebut.

Ia menceritakan, dari 6.200 hektar luas HGU yang diperpanjang pada tahun 2023 lalu, hanya sekitar 5.000 hektar lebih yang bisa ditanami sawit. Selebihnya. ”1.296 hektar merupakan kebun plasma untuk masyarakat,” pungkasnya. (fin)

Bagikan Berita Ini
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *